Monday, 30 November 2015

Setumpuk Rindu yang Tak Mampu Kualamatkan Padamu



Entah pada tatapan yang keberapa hatiku mulai terguncang hebat saat menatap erat rupamu. Guncangan hebat serupa itu pernah kurasakan pada lima belas tahun yang lalu. Guncangan yang kemudian baru kutahu artinya bahwa itu adalah sebentuk guncangan yang di dalamnya akan terlahir segenap cinta, kasih sayang, dan juga rindu yang tak terhingga banyaknya. Kali ini hatiku mulai kembali terguncang. Dan kau tahu untuk kali ini aku belum berani meng-alamatkannya padamu. 


Kalian tak perlu tahu siapakah sosok misterius dalam kisah ini yang sejatinya harus mendapatkan rindu dariku. Tak ada gambaran rupawannya yang akan kukisahkan dalam cerita ini. Tak ada lafaz namanya yang akan kuukir di sini. Yang tahu sosok misterius itu sejelita apa dia, sebaik apa dia, seanggun apa dia, hanyalah hatiku dan Tuhan saja. Untuk itu, kumohon janganlah kalian mencoba untuk menerka-nerka atau mereka-reka tentang dia karena itu akan sia-sia saja. 


Bila telah ada cinta yang terukir di hati tentu akan lahir pula kasih sayang yang luar biasa bersamanya. Bila keduanya itu telah menyelimuti diri, rindu yang tak terhingga banyaknya itu pun akan saban waktu menuntut untuk dilunasi. Ah, itu terlalu berat bagimu kelak!!! 


Aku sama sekali tak punya kuasa untuk menyalahi takdir yang telah menuntunku ke jalan yang rumit ini. Takdir selalu benar. Hanya saja aku yang belum siap untuk itu. Aku tak mau menyombongkan diri dalam hal ini. Tetapi untuk kau ketahui saja, aku ini adalah sesosok pecinta sejati!!! Bila cinta, rindu, dan juga kasih sayang telah kualamatkan pada seonggok hati maka aku tak mengenal alamat-alamat palsu lainnya. Serius! Dan untuk pembuktiannya silahkan kau tanyakan saja pada sesosok perempuan yang pernah lahir dibulan enam di sebuah daerah yang dingin. Tanyakan padanya!


Ibarat putri duyung yang apabila sudah berada di istana bawah laut ia akan malas untuk keluar ke permukaan air. Begitu pula dengan cinta, kasih sayang, dan juga setumpuk rindu yang kumiliki ini. Bila ia telah bertahta di dasar hati (si jelita) maka ia akan enggan untuk menari-nari di atas hati yang lain atau hati-hati yang tidak jelas! Njan ban!


Setiap kali aku menatap si jelita itu, detik itu juga hatiku berguncang. Kadang-kadang bila aku berhadapan langsung dengan si jelita saat berjalan, aku lebih memilih memutar haluan atau memilih jalan lain daripada berpapasan dengannya. Bila tetap kupaksakan untuk berpapasan dengannya, petaka akan tiba. Malamnya aku akan kembali teringat dengan si jelita itu. Aku rindu padanya. Tetapi rindu itu tak mampu kualamatkan. Nah, bila itu terjadi secara tidak langsung hatiku mulai menabung rindu demi rindu. Lama kelamaan rindu yang tertabung di dasar hati itu akan penuh. Bila hati tak kuasa lagi untuk menampungnya, tentu ia akan meledak!  Bila ia meledak maka aku akan mati. Lalu bila aku mati maka aku akan menghadap Tuhan. Bila Tuhan bertanya padaku kelak mengapa aku tak mengirim setumpuk rindu itu pada jelita ciptaan-Nya? Aku harus menjawab apa???!! Oh, aku takut sekali bila itu terjadi! 


Hal lain yang kutakuti bila aku bersikeras untuk mengalamatkan rindu ini pada si jelita adalah jelita akan merana tiada ampun! Rinduku bukanlah rindu biasa. Bukan seperti rindu para pejabat pencuri uang negara yang rindu pada buah dada montok dan juga selangkangan si gadis belia! Rindu seperti ini bernama ISSKU* (Kepanjangan ISSKU terlalu cabul bila kutulis di sini. Kalau kalian memang kepo inbox saja, nanti kukasih tahu kepanjangannya, 17+ tapi :-)). Bukan seumpama rindu si pungguk yang saban waktu merindukan bulan. Tak kesampaian. Bukan layaknya rindu anggota dewan yang saat pencalonan berjanji “naik ke bulan pakai Garuda Indonesia”, “pergi ke Arab naik pesawat tempur”, “lelaki muda yang hendak kawin akan diberi emas satu mayam dari pemerintah” dan pada saat sudah terpilih pura-pura gila alias lupa diri. Rindu seperti ini bernama *Pungo rindu. Bukan. Bukan seperti itu!


Rindu yang kupunya bila kualamatkan pada si jelita kira-kira akan berbunyi seperti ini, “Biar aku saja yang rindu. Kamu jangan. Ini berat. Kamu gak akan kuat nanti! Aku takut air matamu akan tumpah dan tak ada yang mengusapnya, Jelita!” Seperti itulah bentuk rinduku. Sungguh dalam maknanya bila kita resapi dalam-dalam, bukan?! Ya, hampir beda-beda tipislah dengan rindu miliknya Majnun dalam kisah Laila Majnun. Maka dari itu, aku tak main-main dengan rindu. 


Bayangkan saja sendiri bila si jelita telah mendapat satu rindu yang begitu dahsyat dalam satu hari maka konsekuensinya pada hari-hari selanjutnya ia harus mendapatkan rindu yang sama juga. Bila tidak maka seisi rumah akan gundah gulana. Jelita tak tenang menjalani hari. Jelita tak habis menyuap nasi. Jelita tak kuasa memandikan diri. Tak nyenyak tidur saban hari. Lalu mengutuk waktu karena rindu tak teralamatkan padanya. Nah, jelita yang mana yang tak tertusuk hatinya, yang tak tumpah ruah air matanya, bila ia mendapati rindu yang sebegitu rupa? Jelita yang mana??? Coba kausebutkan!  

Ketika waktu telah tiba, aku yakin sekali bahwa takdir akan memainkan perannya. Rindu akan teralamatkan juga pada hati yang tepat dengan segala akibatnya. Sekarang hanya tinggal menunggu waktu saja. Sabar sambil bertasbih dan juga berzikir. Seraya memanjatkan doa yang manja pada Sang Pencipta. 


Tuhan juga tidak main-main dalam hal memberikan rindu pada hambanya. Tuhan akan menghembuskan rindu yang dahsyat pada orang yang hebat. Pada orang-orang yang mampu memanggulnya. Pada orang-orang yang mampu menjalani ujian-Nya. 


Jelita, di mana pun engkau berada saat ini, bila kaumembaca rentetan kalam ini berarti kau telah menemukan jawaban atas pertanyaanmu itu. Sebuah pertanyaan yang saban waktu kauutarakan padaku tentang mengapa tak juga kualamatkan rinduku itu buatmu. Semoga kaumembacanya dan menghayatinya dalam-dalam. Aku punya rindu yang hebat. Hanya tinggal menunggu waktu saja buat ia menetas. Bila waktunya telah tiba, rindu itu akan terbang layaknya kupu-kupu yang cantik lalu hinggap di hatimu nan indah itu. ***  

Berani share??? Hebat!!!   

3 comments: