Tuesday, 24 November 2015

Guru dan Segenap Air Matanya



“A teacher effects eternity, he can never tell where his influence stops” (Henry Adam). Petikan Henry Adam yang berarti ‘guru itu berdampak abadi, ia tidak pernah tahu di mana pengaruhnya itu berhenti’ membuat kita bangga menjadi seorang guru. Jika dikaji lebih dalam lagi makna yang tersirat dalam petikan Henry Adam tersebut memang benar guru itu abadi, ia tak pernah “mati”, guru itu akan selalu hidup dalam sanubari seseorang yang pernah diajar, pernah dididik hingga menjadi pintar. Untuk itu, sangat patut dibanggakan bila seseorang itu berprofesi sebagai guru.

Sebagaimana termaktub dalam KBBI guru memiliki definisi tersendiri yaitu, orang yang pekerjaan, mata pencaharian atau profesinya mengajar; guru merupakan sosok yang mengemban tugas mengajar, mendidik, dan membimbing. Sebagai orang yang mengajar, mendidik, dan membimbing, melakoni pekerjaan tersebut bukanlah perkara mudah. Dalam melakoninya, dibutuhkan kesabaran besar, keyakinan, dan keikhlasan yang tinggi. Karena dengan adanya kesabaran, keyakinan, dan keikhlasan dalam diri seorang guru, niscaya manusia yang dididiknya itu akan berhasil.

Dalam sehari guru bisa menghadapi 30 atau 60 siswa dengan karakter dan tingkah yang berbeda-beda. Sebagaimana jumlah anak didik yang setiap harinya dihadapi guru, sebanyak itu pula permasalahan yang harus dihadapi oleh seorang guru dalam sehari. Bisa dibayangkan bukan bagaimana beratnya menghadapi jumlah siswa sebanyak itu dengan karakter yang berbeda-beda? Nah, melihat hal itu masih beranikah kita mengatakan pekerjaan guru itu adalah pekerjaan yang sepele??? Ayo jujurlah!

Baik, kali ini saya bukan bercerita tentang bagaimana seorang guru itu menghadapi anak-anak didiknya yang batat-batat dan menyelamatkan mereka menjadi insan yang berguna. Kali ini saya akan berkisah tentang “air mata” atau nasib seorang guru yang telah terlanjur menjadi guru. Atau mereka yang sedang kuliah untuk menjadi guru. Nasib guru yang tengah berjuang melawan himpitan ekonomi dengan tetap mengajar dan mendidik meskipun bayaran yang diterima sangat “kurang ajar” alias tidak wajar!
Saya sengaja memilih judul “Guru dan Segenap Air Matanya” untuk tulisan kali ini. Mengingat bulan ini pada salah satu tanggal yang terlukis di kalender tertera tulisan Hari Guru Nasional. Jadi, saya (mungkin juga Anda) sebagai orang yang pernah dididik oleh seorang guru, ingin mengenang mereka. Ya, saya akan mengenang mereka dengan cara saya sendiri.

Sebagaimana telah disinggung di atas, kali ini saya akan mengajak Anda untuk melihat lebih dalam lagi tentang problema yang dialami oleh para guru. Mulai dari mereka yang sudah menjadi pegawai negeri sipil dan bersertifikasi, mereka yang honorer dengan bayaran “kurang ajar” alias tidak masuk akal, hingga mereka yang tengah/telah selesai kuliah di fakultas keguruan. Dari ketiga kategori itu, tentu permasalahan yang dialami berbeda-beda pula warnanya dan juga cara penyelesaiannya. Dan itu juga tergantung pada aktor yang terlibat di dalam sandiwara pendidikan tersebut tentang bagaimana dia menyelamatkan hidupnya dan juga mengangkat derajat hidupnya!

Mereka yang Sertifikasi
Saya sangat bahagia pada pemerintah sekali waktu karena harkat dan martabat guru telah diangkat menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Jika dulu profesi guru sering turun marwahnya karena gaji yang didapati pada setiap bulannya dengan nominal yang cukup kecil, kini profesi guru sudah menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan. Alasannya tentu karena sekarang gaji yang diperoleh guru sudah lumayan besar.

Selain perolehan gaji yang sudah lumayan besar, kini para guru juga dihajar dengan uang tambahan yakni uang sertifikasi. Besaran nominalnya pun tergantung pada golongan yang melekat padanya dan dilelehkan (untuk tidak menyebut dicairkan) per triwulan sekali. Ini sangat patut untuk dibanggakan. Untuk itu, saya pun bisa tersenyum melihat para guru karena tak perlu lagi kerja tambahan semisal menjual kacang gureng, mie gureng di kedai-kedai atau di kantin sekolah, tak perlu lagi untuk croh bada, meukat cindoi, atau hal-hal lainnya untuk menambah kekayaan. Dengan adanya sertifikasi, kini guru cukup mendalami ilmunya lalu mencerdaskan anak-anak didiknya menjadi insan yang hebat. Oh, meskipun mereka tetap melakoni pekerjaan tambahan demi menambah pundi-pundi kekayaan, itu tidak masalah asalkan kewajiban utamanya tidak ditinggalkan.

Perolehan tunjangan sertifikasi itu pun tidak dengan serta-merta atau dengan mudahnya diterima oleh para guru. Untuk mendapatkan itu ada banyak tahap yang harus dilalui, mulai dari ujian UK (Uji Kompetensi) hingga kewajiban mengajar selama 24 jam seminggu. Dari segenap tahap yang harus dilalui oleh para guru sertifikasi itu, adalah kewajiban mengajar 24 seminggu inilah yang kurang enak di hati.  

Tuntutan mengajar 24 jam seminggu bagi guru sertifikasi cukup berefek bagi guru-guru yang lainnya khususnya para guru honorer. Jumlah jam sekian banyak itu akan terpenuhi bila di sebuah sekolah jumlah rombelnya (rombongan belajar) banyak. Nah, bagaimana jika di sebuah sekolah jumlah rombelnya sedikit? Jawabannya tentu sang guru sertifikasi akan “keluar sarang” dan menuju ke sekolah-sekolah yang lain demi memenuhi jam mengajarnya. Nah, efek yang dirasakan adalah para guru honorer yang sebelumnya memiliki jam yang sedikit di sekolahnya terpaksa harus diparkirkan (atau ditendang bahasa halusnya) dari tahtanya. Mereka harus angkat kaki, mungkin, mencari peruntungan di tempat lain. Kasihan bukan? Musibah ini telah terjadi di sekeliling kita untuk saat ini. Jika mau bukti, silakan di-crosscheck ke lapangan.

Mereka yang honorer
Lain duka guru sertifikasi lain lagi derita para guru honorer. Seduka-dukanya guru guru sertifikasi, pada endingnya (setiap tiga bulan sekali) mereka akan tersenyum lebar plus bahagia tiada tara. Bagi guru honorer derita yang dialami tak pernah berakhir dengan happy ending. Ujung cerita itu tamat dengan cerita luka yang sangat menyakitkan. Kasihan hati bila kita melihatnya!

Bagaimana tidak kasihan hati karena ada banyak rentetan duka yang melekat pada para guru honorer bila kita mau mengurainya satu per satu. Pertama, bayaran yang “kurang ajar” alias tidak wajar yang diterimanya, kadang bayaran Rp5.000,00 per jam, kadang sebulan hanya diganjar dengan bayaran Rp300.000,00 dan diterima per tiga bulan sekali (data dari teman dekat). Kedua, jam mengajarnya yang “dirampas” oleh (SEBAGIAN) tuan dan puan sertifikasi sehingga mereka harus angkat kaki dari sekolah tecinta. Ketiga, tak kunjung diangkat menjadi pegawai negeri meski telah mengabdikan diri bertahun-tahun lamanya pada sebuah sekolah demi slogan “mencerdaskan anak bangsa” dan derita-derita lainnya yang takkan cukup halaman bila kita bersedia menguraikannya!

Imbas dari semua derita itu tentu kita sudah sangat paham apa yang akan dilakukan oleh para guru honorer untuk menyelamatkan hidupnya dan juga mengangkat marwah hidupnya. Banting stir dan melakoni profesi lain yang bayarannya lebih menjanjikan! Apakah itu merantau ke negeri jiran, meraup ringgit. Jualan mie caluk, jualan cindoi, berkebun sawit, menanam cabai, berdagang, atau profesi-profesi lainnya yang lebih menguntungkan. Bila itu yang dilakukan maka sang guru honorer takkan kembali lagi melakoni profesi dengan slogan “mencerdaskan anak bangsa” itu.

Jadi, bila hal ini terjadi, solusi apa pula yang sangat mujarab agar semua itu tidak terjadi? Tentu jawaban akan pertanyaan ini sudah ada di kepala aktor-aktor besar yang berkecimpung di dunia pendidikan. Merekalah yang patut memikirkan solusi atas perkara ini sebab mereka adalah orang-orang pemegang tampuk kekuasaan dan juga orang-orang memutuskan sebuah keputusan atas semua ini! Tapi bila mereka-mereka meminta solusi dari kita, ya kita beritahu juga, jangan terlalu banyak juga dikasih tahunya!

Mereka yang sedang/baru keluar dari Fakultas Keguruan
“Setelah selesai memangnya mau kemana?” tentu itu pertanyaan yang akan kita alamatkan bagi mereka yang freshgraduate keguruan. Lahan untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang masih segar yang baru saja didapat dari perguruan tinggi sudah tak tersisa lagi. 

Bila mereka baru saja selesai keluar dari kampus keguruan maka list antrian pengangguran sudah menunggu mereka. Bila tak mau masuk ke dalam list antrian yang menakutkan itu, pilihan dengan segenap konsekuensinya pun telah tersedia. Segenap pilihan pun sudah terpampang jelas. Bila memilih A maka konsekuensinya adalah ini. Mau memilih C maka imbalannya adalah itu.
Solusi kreatif pun harus dipikirkan untuk menghadapi permasalahan tersebut. Untuk itu, bagi freshgraduate keguruan meskipun lahan buat mengajar tak lagi tersedia, mulailah untuk berpikir kreatif. Ciptakanlah hal-hal baru yang mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah. Bila asa di dunia pendidikan tak lagi terlihat, banting stir untuk melakoni profesi lainnya adalah juga sebuah bentuk solusi. Buang malu untuk sejenak waktu. Simpan rapi-rapi ijazah dan transkrip nilai yang berharga itu dalam lemari. Cukup banyak contoh kita lihat orang-orang hebat, baik itu penemu maupun pengusaha-pengusaha sukses menyimpan ijazah dan transkrip nilainya di dalam lemari. Biarlah orang lain yang memberikan ijazahnya buatmu sebagai bentuk bahwa ia bekerja buatmu.

Meskipun kelak ada yang mencibir lulusan keguruan tapi bekerja di ranah profesi orang lain biarkan mereka mencibir, bila perlu sampai mulutnya berbuih. Toh tuntutan zaman memang sudah seperti itu. Karena bila masih terus bertahan dan memaksakan diri untuk berjuang di ranah pendidikan yang lahannya sudah tak lagi tersedia, kelak kamu akan terus mengutuk pemerintah dan mereka-mereka pemangku kebijakan. Buat apa ya kan? Untuk itu, mulailah berpikir kreatif menciptakan dunia usaha yang berpeluang dan menghasilkan. Nah, bila kelak kamu sudah kaya, orang yang uangnya tak tahu lagi mau dibawa kemana, tapi kamu lulusan dari fakultas keguruan, ayo dirikanlah sebuah sekolah yayasan atau sekolah apapun itu namanya, biar kelak mereka-mereka yang masih mengantungkan hidupnya di dunia tulis ajar memiliki lahan untuk mereka berkreativitas. Mencerdaskan anak bangsa. Dan juga sebagai tempat buatmu berbagi cerita sukses buat mereka yang menuntut ilmu di sekolahmu itu. Dan jangan lupa katakan pada mereka bahwa guru itu adalah Warrior Tuhan yang tidak sembarangan diciptakan! Selamat hari guru! Hidup guru! Semoga guru-guru yang ada di seluruh tanah air Indonesia kaya semua dan cepat naik haji. Amin…..***     


Berani share??? Hebat!!!   

1 comment: