“A teacher effects
eternity, he can never tell where his influence stops” (Henry Adam). Petikan
Henry Adam yang berarti ‘guru itu berdampak abadi, ia tidak pernah tahu di mana
pengaruhnya itu berhenti’ membuat kita bangga menjadi seorang guru. Jika dikaji
lebih dalam lagi makna yang tersirat dalam petikan Henry Adam tersebut memang
benar guru itu abadi, ia tak pernah “mati”, guru itu akan selalu hidup dalam
sanubari seseorang yang pernah diajar, pernah dididik hingga menjadi pintar.
Untuk itu, sangat patut dibanggakan bila seseorang itu berprofesi sebagai guru.
Sebagaimana termaktub dalam
KBBI guru memiliki definisi tersendiri yaitu, orang yang pekerjaan, mata
pencaharian atau profesinya mengajar; guru
merupakan sosok yang mengemban tugas mengajar, mendidik, dan membimbing.
Sebagai orang yang mengajar, mendidik, dan membimbing, melakoni pekerjaan
tersebut bukanlah perkara mudah. Dalam melakoninya, dibutuhkan kesabaran besar,
keyakinan, dan keikhlasan yang tinggi. Karena dengan adanya kesabaran,
keyakinan, dan keikhlasan dalam diri seorang guru, niscaya manusia yang
dididiknya itu akan berhasil.
Dalam sehari guru bisa
menghadapi 30 atau 60 siswa dengan karakter dan tingkah yang berbeda-beda.
Sebagaimana jumlah anak didik yang setiap harinya dihadapi guru, sebanyak itu
pula permasalahan yang harus dihadapi oleh seorang guru dalam sehari. Bisa
dibayangkan bukan bagaimana beratnya menghadapi jumlah siswa sebanyak itu dengan
karakter yang berbeda-beda? Nah, melihat hal itu masih beranikah kita
mengatakan pekerjaan guru itu adalah pekerjaan yang sepele??? Ayo jujurlah!
Baik, kali ini saya bukan
bercerita tentang bagaimana seorang guru itu menghadapi anak-anak didiknya yang
batat-batat dan menyelamatkan mereka menjadi insan yang berguna. Kali ini saya
akan berkisah tentang “air mata” atau nasib seorang guru yang telah terlanjur
menjadi guru. Atau mereka yang sedang kuliah untuk menjadi guru. Nasib guru
yang tengah berjuang melawan himpitan ekonomi dengan tetap mengajar dan
mendidik meskipun bayaran yang diterima sangat “kurang ajar” alias tidak wajar!
Saya sengaja memilih judul
“Guru dan Segenap Air Matanya” untuk tulisan kali ini. Mengingat bulan ini pada
salah satu tanggal yang terlukis di kalender tertera tulisan Hari Guru
Nasional. Jadi, saya (mungkin juga Anda) sebagai orang yang pernah dididik oleh
seorang guru, ingin mengenang mereka. Ya, saya akan mengenang mereka dengan
cara saya sendiri.
Sebagaimana telah
disinggung di atas, kali ini saya akan mengajak Anda untuk melihat lebih dalam
lagi tentang problema yang dialami oleh para guru. Mulai dari mereka yang sudah
menjadi pegawai negeri sipil dan bersertifikasi, mereka yang honorer dengan
bayaran “kurang ajar” alias tidak masuk akal, hingga mereka yang tengah/telah
selesai kuliah di fakultas keguruan. Dari ketiga kategori itu, tentu
permasalahan yang dialami berbeda-beda pula warnanya dan juga cara
penyelesaiannya. Dan itu juga tergantung pada aktor yang terlibat di dalam
sandiwara pendidikan tersebut tentang bagaimana dia menyelamatkan hidupnya dan
juga mengangkat derajat hidupnya!
Mereka yang Sertifikasi
Saya sangat bahagia pada
pemerintah sekali waktu karena harkat dan martabat guru telah diangkat menjadi
lebih baik daripada sebelumnya. Jika dulu profesi guru sering turun marwahnya
karena gaji yang didapati pada setiap bulannya dengan nominal yang cukup kecil,
kini profesi guru sudah menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan. Alasannya tentu
karena sekarang gaji yang diperoleh guru sudah lumayan besar.
Selain perolehan gaji yang
sudah lumayan besar, kini para guru juga dihajar dengan uang tambahan yakni
uang sertifikasi. Besaran nominalnya pun tergantung pada golongan yang melekat
padanya dan dilelehkan (untuk tidak menyebut dicairkan) per triwulan sekali. Ini sangat patut untuk dibanggakan.
Untuk itu, saya pun bisa tersenyum melihat para guru karena tak perlu lagi
kerja tambahan semisal menjual kacang
gureng, mie gureng di kedai-kedai atau di kantin sekolah, tak perlu lagi
untuk croh bada, meukat cindoi, atau hal-hal lainnya untuk menambah kekayaan. Dengan
adanya sertifikasi, kini guru cukup mendalami ilmunya lalu mencerdaskan
anak-anak didiknya menjadi insan yang hebat. Oh, meskipun mereka tetap melakoni
pekerjaan tambahan demi menambah pundi-pundi kekayaan, itu tidak masalah
asalkan kewajiban utamanya tidak ditinggalkan.
Perolehan tunjangan
sertifikasi itu pun tidak dengan serta-merta atau dengan mudahnya diterima oleh
para guru. Untuk mendapatkan itu ada banyak tahap yang harus dilalui, mulai
dari ujian UK (Uji Kompetensi) hingga kewajiban mengajar selama 24 jam
seminggu. Dari segenap tahap yang harus dilalui oleh para guru sertifikasi itu,
adalah kewajiban mengajar 24 seminggu inilah yang kurang enak di hati.
Tuntutan mengajar 24 jam
seminggu bagi guru sertifikasi cukup berefek bagi guru-guru yang lainnya
khususnya para guru honorer. Jumlah jam sekian banyak itu akan terpenuhi bila
di sebuah sekolah jumlah rombelnya (rombongan belajar) banyak. Nah, bagaimana
jika di sebuah sekolah jumlah rombelnya sedikit? Jawabannya tentu sang guru
sertifikasi akan “keluar sarang” dan menuju ke sekolah-sekolah yang lain demi memenuhi
jam mengajarnya. Nah, efek yang dirasakan adalah para guru honorer yang
sebelumnya memiliki jam yang sedikit di sekolahnya terpaksa harus diparkirkan
(atau ditendang bahasa halusnya) dari tahtanya. Mereka harus angkat kaki,
mungkin, mencari peruntungan di tempat lain. Kasihan bukan? Musibah ini telah
terjadi di sekeliling kita untuk saat ini. Jika mau bukti, silakan di-crosscheck ke lapangan.
Mereka yang honorer
Lain duka guru sertifikasi
lain lagi derita para guru honorer. Seduka-dukanya guru guru sertifikasi, pada
endingnya (setiap tiga bulan sekali) mereka akan tersenyum lebar plus bahagia
tiada tara. Bagi guru honorer derita yang dialami tak pernah berakhir dengan happy ending. Ujung cerita itu tamat dengan cerita luka yang sangat menyakitkan.
Kasihan hati bila kita melihatnya!
Bagaimana tidak kasihan
hati karena ada banyak rentetan duka yang melekat pada para guru honorer bila
kita mau mengurainya satu per satu. Pertama, bayaran yang “kurang ajar” alias
tidak wajar yang diterimanya, kadang bayaran Rp5.000,00 per jam, kadang sebulan
hanya diganjar dengan bayaran Rp300.000,00 dan diterima per tiga bulan sekali
(data dari teman dekat). Kedua, jam mengajarnya yang “dirampas” oleh (SEBAGIAN)
tuan dan puan sertifikasi sehingga mereka harus angkat kaki dari sekolah
tecinta. Ketiga, tak kunjung diangkat menjadi pegawai negeri meski telah mengabdikan
diri bertahun-tahun lamanya pada sebuah sekolah demi slogan “mencerdaskan anak
bangsa” dan derita-derita lainnya yang takkan cukup halaman bila kita bersedia
menguraikannya!
Imbas dari semua derita itu
tentu kita sudah sangat paham apa yang akan dilakukan oleh para guru honorer
untuk menyelamatkan hidupnya dan juga mengangkat marwah hidupnya. Banting stir
dan melakoni profesi lain yang bayarannya lebih menjanjikan! Apakah itu
merantau ke negeri jiran, meraup ringgit. Jualan mie caluk, jualan cindoi, berkebun
sawit, menanam cabai, berdagang, atau profesi-profesi lainnya yang lebih
menguntungkan. Bila itu yang dilakukan maka sang guru honorer takkan kembali
lagi melakoni profesi dengan slogan “mencerdaskan anak bangsa” itu.
Jadi, bila hal ini terjadi,
solusi apa pula yang sangat mujarab agar semua itu tidak terjadi? Tentu jawaban
akan pertanyaan ini sudah ada di kepala aktor-aktor besar yang berkecimpung di
dunia pendidikan. Merekalah yang patut memikirkan solusi atas perkara ini sebab
mereka adalah orang-orang pemegang tampuk kekuasaan dan juga orang-orang
memutuskan sebuah keputusan atas semua ini! Tapi bila mereka-mereka meminta
solusi dari kita, ya kita beritahu juga, jangan terlalu banyak juga dikasih
tahunya!
Mereka yang sedang/baru
keluar dari Fakultas Keguruan
“Setelah selesai memangnya
mau kemana?” tentu itu pertanyaan yang akan kita alamatkan bagi mereka yang freshgraduate keguruan. Lahan untuk
mengaplikasikan ilmu-ilmu yang masih segar yang baru saja didapat dari
perguruan tinggi sudah tak tersisa lagi.
Bila mereka baru saja
selesai keluar dari kampus keguruan maka list
antrian pengangguran sudah menunggu mereka. Bila tak mau masuk ke dalam list
antrian yang menakutkan itu, pilihan dengan segenap konsekuensinya pun telah
tersedia. Segenap pilihan pun sudah terpampang jelas. Bila memilih A maka
konsekuensinya adalah ini. Mau memilih C maka imbalannya adalah itu.
Solusi kreatif pun harus
dipikirkan untuk menghadapi permasalahan tersebut. Untuk itu, bagi freshgraduate keguruan meskipun lahan
buat mengajar tak lagi tersedia, mulailah untuk berpikir kreatif. Ciptakanlah
hal-hal baru yang mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah. Bila asa di dunia
pendidikan tak lagi terlihat, banting stir untuk melakoni profesi lainnya adalah
juga sebuah bentuk solusi. Buang malu untuk sejenak waktu. Simpan rapi-rapi
ijazah dan transkrip nilai yang berharga itu dalam lemari. Cukup banyak contoh
kita lihat orang-orang hebat, baik itu penemu maupun pengusaha-pengusaha sukses
menyimpan ijazah dan transkrip nilainya di dalam lemari. Biarlah orang lain
yang memberikan ijazahnya buatmu sebagai bentuk bahwa ia bekerja buatmu.
Meskipun kelak ada yang
mencibir lulusan keguruan tapi bekerja di ranah profesi orang lain biarkan
mereka mencibir, bila perlu sampai mulutnya berbuih. Toh tuntutan zaman memang
sudah seperti itu. Karena bila masih terus bertahan dan memaksakan diri untuk
berjuang di ranah pendidikan yang lahannya sudah tak lagi tersedia, kelak kamu
akan terus mengutuk pemerintah dan mereka-mereka pemangku kebijakan. Buat apa
ya kan? Untuk itu, mulailah berpikir kreatif menciptakan dunia usaha yang
berpeluang dan menghasilkan. Nah, bila kelak kamu sudah kaya, orang yang
uangnya tak tahu lagi mau dibawa kemana, tapi kamu lulusan dari fakultas keguruan,
ayo dirikanlah sebuah sekolah yayasan atau sekolah apapun itu namanya, biar
kelak mereka-mereka yang masih mengantungkan hidupnya di dunia tulis ajar
memiliki lahan untuk mereka berkreativitas. Mencerdaskan anak bangsa. Dan juga
sebagai tempat buatmu berbagi cerita sukses buat mereka yang menuntut ilmu di
sekolahmu itu. Dan jangan lupa katakan pada mereka bahwa guru itu adalah Warrior
Tuhan yang tidak sembarangan
diciptakan! Selamat hari guru! Hidup guru! Semoga guru-guru yang ada di seluruh
tanah air Indonesia kaya semua dan cepat naik haji. Amin…..***
Berani share??? Hebat!!!
bagus.. Berani komentar. HEBAT. :D
ReplyDelete