Entah pada
tatapan yang keberapa hatiku mulai terguncang hebat saat menatap erat rupamu.
Guncangan hebat serupa itu pernah kurasakan pada lima belas tahun yang lalu.
Guncangan yang kemudian baru kutahu artinya bahwa itu adalah sebentuk guncangan
yang di dalamnya akan terlahir segenap cinta, kasih sayang, dan juga rindu yang
tak terhingga banyaknya. Kali ini hatiku mulai kembali terguncang. Dan kau tahu
untuk kali ini aku belum berani meng-alamatkannya padamu.
Kalian tak
perlu tahu siapakah sosok misterius dalam kisah ini yang sejatinya harus
mendapatkan rindu dariku. Tak ada gambaran rupawannya yang akan kukisahkan dalam
cerita ini. Tak ada lafaz namanya yang akan kuukir di sini. Yang tahu sosok
misterius itu sejelita apa dia, sebaik apa dia, seanggun apa dia, hanyalah
hatiku dan Tuhan saja. Untuk itu, kumohon janganlah kalian mencoba untuk
menerka-nerka atau mereka-reka tentang dia karena itu akan sia-sia saja.
Bila telah
ada cinta yang terukir di hati tentu akan lahir pula kasih sayang yang luar
biasa bersamanya. Bila keduanya itu telah menyelimuti diri, rindu yang tak
terhingga banyaknya itu pun akan saban waktu menuntut untuk dilunasi. Ah, itu
terlalu berat bagimu kelak!!!
Aku sama
sekali tak punya kuasa untuk menyalahi takdir yang telah menuntunku ke jalan
yang rumit ini. Takdir selalu benar. Hanya saja aku yang belum siap untuk itu. Aku
tak mau menyombongkan diri dalam hal ini. Tetapi untuk kau ketahui saja, aku
ini adalah sesosok pecinta sejati!!! Bila cinta, rindu, dan juga kasih sayang
telah kualamatkan pada seonggok hati maka aku tak mengenal alamat-alamat palsu
lainnya. Serius! Dan untuk pembuktiannya silahkan kau tanyakan saja pada
sesosok perempuan yang pernah lahir dibulan enam di sebuah daerah yang dingin.
Tanyakan padanya!
Ibarat putri
duyung yang apabila sudah berada di istana bawah laut ia akan malas untuk
keluar ke permukaan air. Begitu pula dengan cinta, kasih sayang, dan juga
setumpuk rindu yang kumiliki ini. Bila ia telah bertahta di dasar hati (si
jelita) maka ia akan enggan untuk menari-nari di atas hati yang lain atau
hati-hati yang tidak jelas! Njan ban!
Setiap kali
aku menatap si jelita itu, detik itu juga hatiku berguncang. Kadang-kadang bila
aku berhadapan langsung dengan si jelita saat berjalan, aku lebih memilih
memutar haluan atau memilih jalan lain daripada berpapasan dengannya. Bila
tetap kupaksakan untuk berpapasan dengannya, petaka akan tiba. Malamnya aku
akan kembali teringat dengan si jelita itu. Aku rindu padanya. Tetapi rindu itu
tak mampu kualamatkan. Nah, bila itu terjadi secara tidak langsung hatiku mulai
menabung rindu demi rindu. Lama kelamaan rindu yang tertabung di dasar hati itu
akan penuh. Bila hati tak kuasa lagi untuk menampungnya, tentu ia akan meledak!
Bila ia meledak maka aku akan mati. Lalu
bila aku mati maka aku akan menghadap Tuhan. Bila Tuhan bertanya padaku kelak
mengapa aku tak mengirim setumpuk rindu itu pada jelita ciptaan-Nya? Aku harus
menjawab apa???!! Oh, aku takut sekali bila itu terjadi!
Hal lain
yang kutakuti bila aku bersikeras untuk mengalamatkan rindu ini pada si jelita
adalah jelita akan merana tiada ampun! Rinduku bukanlah rindu biasa. Bukan seperti
rindu para pejabat pencuri uang negara yang rindu pada buah dada montok dan
juga selangkangan si gadis belia! Rindu seperti ini bernama ISSKU* (Kepanjangan
ISSKU terlalu cabul bila kutulis di sini. Kalau kalian memang kepo inbox saja, nanti kukasih tahu
kepanjangannya, 17+ tapi :-)). Bukan
seumpama rindu si pungguk yang saban waktu merindukan bulan. Tak kesampaian. Bukan
layaknya rindu anggota dewan yang saat pencalonan berjanji “naik ke bulan pakai
Garuda Indonesia”, “pergi ke Arab naik pesawat tempur”, “lelaki muda yang
hendak kawin akan diberi emas satu mayam dari pemerintah” dan pada saat sudah
terpilih pura-pura gila alias lupa diri. Rindu seperti ini bernama *Pungo rindu. Bukan. Bukan seperti itu!
Rindu yang
kupunya bila kualamatkan pada si jelita kira-kira akan berbunyi seperti ini, “Biar aku saja yang rindu. Kamu jangan. Ini
berat. Kamu gak akan kuat nanti! Aku takut air matamu akan tumpah dan tak ada
yang mengusapnya, Jelita!” Seperti itulah bentuk rinduku. Sungguh dalam
maknanya bila kita resapi dalam-dalam, bukan?! Ya, hampir beda-beda tipislah
dengan rindu miliknya Majnun dalam kisah Laila Majnun. Maka dari itu, aku tak
main-main dengan rindu.
Bayangkan
saja sendiri bila si jelita telah mendapat satu rindu yang begitu dahsyat dalam
satu hari maka konsekuensinya pada hari-hari selanjutnya ia harus mendapatkan
rindu yang sama juga. Bila tidak maka seisi rumah akan gundah gulana. Jelita
tak tenang menjalani hari. Jelita tak habis menyuap nasi. Jelita tak kuasa
memandikan diri. Tak nyenyak tidur saban hari. Lalu mengutuk waktu karena rindu
tak teralamatkan padanya. Nah, jelita yang mana yang tak tertusuk hatinya, yang
tak tumpah ruah air matanya, bila ia mendapati rindu yang sebegitu rupa? Jelita
yang mana??? Coba kausebutkan!
Ketika waktu
telah tiba, aku yakin sekali bahwa takdir akan memainkan perannya. Rindu akan
teralamatkan juga pada hati yang tepat dengan segala akibatnya. Sekarang hanya
tinggal menunggu waktu saja. Sabar sambil bertasbih dan juga berzikir. Seraya
memanjatkan doa yang manja pada Sang Pencipta.
Tuhan juga tidak
main-main dalam hal memberikan rindu pada hambanya. Tuhan akan menghembuskan
rindu yang dahsyat pada orang yang hebat. Pada orang-orang yang mampu
memanggulnya. Pada orang-orang yang mampu menjalani ujian-Nya.
Jelita, di
mana pun engkau berada saat ini, bila kaumembaca rentetan kalam ini berarti kau
telah menemukan jawaban atas pertanyaanmu itu. Sebuah pertanyaan yang saban
waktu kauutarakan padaku tentang mengapa tak juga kualamatkan rinduku itu
buatmu. Semoga kaumembacanya dan menghayatinya dalam-dalam. Aku punya rindu
yang hebat. Hanya tinggal menunggu waktu saja buat ia menetas. Bila waktunya
telah tiba, rindu itu akan terbang layaknya kupu-kupu yang cantik lalu hinggap
di hatimu nan indah itu. ***
Berani share??? Hebat!!!