Kira
tertariknya aku padamu itu bermula dari segenap keanggunan yang kaumiliki.
Keanggunanmu itu terpancar terang lewat potret-potret yang kauunggah melalui
media sosial yang bernama facebook. Aku
menilai keanggunan yang kaumiliki itu sungguh sempurna karena ia dibalut dalam
kesahajaan yang tak dimiliki oleh gadis-gadis lain. Aku sangat menyukai itu.
Sungguh!
Kemudian
genap hari dan genap malam sebelum aku meninggalkan Kuta Raja bersebab karena
studiku telah habis masa, hari-hari dan malam-malam aku terus dihantui oleh
bayang keanggunan dan kesahajaanmu itu. Aku tak kuasa melawan bayang itu untuk
tidak menghantuiku lagi. Ia seperti udara yang membelaiku kapan ia mau dan tak
kenal waktu. Seperti nyamuk yang selalu ingin mencintai tubuhku saban malam.
Bagai matahari yang tiada memilih kasih untuk menerangi bumi. Aku ingin
mengumpamakan lagi keanggunan Kira. Keanggunan yang dibungkus kesahajaan pada
Kira adalah kelangkaan seumpama batu akik mulia yang bernama indocrase yang semua orang berhasrat tinggi
untuk memilikinya. Sebagaimana indocrase yang
tersembunyi jauh di dalam bebatuan dan bersemayam di pegunungan Nagan Raya,
Kira pun tersembunyi jauh dalam likuk-likuk tempat yang teramat damai di desa
di tepian Kuta Raja.
Tentu semua
orang bertanya-tanya dan ingin tahu di mana pula aku menemukan Kira yang
seumpama indocrase itu??? Yang jelas
aku bukan menemukannya di Nagan Raya dan bukan jua di desa tempat ia bersemayam
saban waktu. Aku menemukannya pada gedung megah pencetak guru, FKIP namanya. Selanjutnya,
kutelusuri lebih jauh ia lewat dunia maya. Ya, seperti itulah rupa keanggunan
dan kesajahaan, Kira. Sungguh dahsyat, bukan??? Lalu aku bertanya pada angin
saat aku sendirian, lelaki mana yang tak menginginkan keanggunan yang dibalut
kesahajaanmu itu, Kira?
Pada subuh
sebelum matahari terbangun dari lelapnya, tepatnya selepas aku menyembah Sang
Pencipta, keanggunanmu itu semakin menggila meraung-raung dan mengaduk-aduk
dadaku yang di dalamnya ada segumpal daging yang bernama hati. Jujur aku tak
kuasa menahan itu! Musabab tak tahannya aku akan raungan dan adukan ngeri itu,
lalu dengan penuh kesadaraan aku menghubungimu yang kala itu kau masih memeluk
erat bantal panjang kesayanganmu. Kau pun terjaga karena raungan handphone yang terus memainkan nada
deringnya pertanda ada sebuah panggilan
masuk. Ya, itu aku!
Dari balik handphone aku mendengar suaramu yang
baru saja terjaga. Aku tahu kala itu kau belum bersih untuk menghadap Tuhan
maka aku pun tak menanyakan perkara apakah kau telah selesai shalat atau belum.
Sebagai pengantar dalam pembicaraan pagi itu sebelum kuutarakan isi hati, aku
pun bertanya banyak hal padamu; tentang mimpi malammu, tentang jumlah nyamuk
yang telah berhasil mencumbui tubuhmu lewat jarumnya nan maharuncing, juga
tentang kabar hatimu pada pagi itu. Lantas kau pun menjawabnya seperti air
mengalir dengan suara merdu yang kaumiliki. Kemudian pada menit yang tak kutahu
lagi, kita pun sama-sama terdiam untuk durasi waktu yang singkat. Memecah
keheningan pagi itu, kau pun bertanya padaku apakah aku telah selesai
melaksanakan perintah Tuhan. Aku pun menjawab sudah kulakukan.
Selepas kau
tanyakan perkara itu padaku, kita kembali membisu. Hanya deru angin pagi yang
terdengar dari balik handphone. Kali
ini dengan segenap keberanian, sambil membenarkan letak kopiah dan kain sarung,
aku pun langsung mengutarakan isi hati itu. Langsung kukatakan padamu bahwa
setelah beberapa hari aku melihat gerak-gerikmu lewat potret di facebook, lewat pertemuan kita di kantin di atas kolam ikan FKIP, dan juga pada
saat kita bersama menikmati angin senja di sebuah tempat di sudut Ulee Lheue yang
bernama Kuala Cangkoi, aku nyatakan bahwa aku memiliki rasa atas dirimu. Ya,
aku jatuh hati padamu!
Saat
kuutarakan kata itu kau terdiam membisu seolah-olah tak percaya akan kata yang
baru saja aku muntahkan dari mulutku. Saat kuucapkan kata-kata itu seolah-olah
kau merasa dirimu masih dalam buaian mimpi. Aku kembali mengulang kata-kata
itu. Ya, sungguh aku menyukaimu, Kira! Kau tak sedang bermimpi aku juga
demikian. Kuutarakan kata-kata ini dengan penuh kesadaran yang kumiliki di awal
pagi ini.
Kemudian kau
kembali bersuara lewat handphone setelah
beberapa saat terdiam mencari jawaban atas ucapanku itu. Seketika itu juga kau
balas ucapan hatiku dengan sejumlah alasan yang kata-katanya tertata rapi,
penuh makna, dengan tujuan meyakinkanku. Singkatnya, pagi itu kau belum
menerima rasa yang kumiliki ini!
Aku lantas
tak langsung patah hati atas ucapanmu pada pagi itu. Alasannya ialah karena
jauh sebelum aku mengagumi keanggunanmu itu, aku pernah berjanji pada diriku
sendiri bahwa setelah berpisah dengan perempuan yang lahir di bulan Juni itu,
aku takkan melangsungkan percintaan (baca: pacaran) lagi dengan segenap gadis.
Bila telah tiba waktunya sesuai perjanjian Tuhan denganku, tentunya saat aku
sudah matang secara mental dan finansial, aku akan segera menikahi tulang
rusukku (baca: jodoh) itu dan menjadikannya pendamping hidup. Namun,
keanggunanmu mengalihkan duniaku dan menghancurkan perjanjian yang telah kubuat
antara diriku dengan hatiku!
Pada hari
yang tak terhitung lagi, aku masih menghubungimu lewat handphone, media sosial (BBM, facebook), sekedar bertanya kabar, menanyakan
makan siang, makan malam, sarapan pagimu, dan juga menanyakan kabar tentang
hatimu. Ah, itu kulakukan tanpa ada maksud agar kau menerima rasa itu. Itu terus
terjadi seiring waktu hingga tiba pada sekali waktu aku yang sedang membawa
segenap rombongan (teman-teman PPG; Sayed Munandar, Diba Rizki ‘Jersey’, Zal
‘Bg’, Pak Sem KW, Bang Mustaqim, Abi Khalifah, Zaldi ‘selalu cot iri-selalu cot
iri’, Ali Yuzar ‘the Gunner’, Adun Mustafa Karo-Karo, yang berwisata ke daerah
yang sangat terkenal di Aceh yakni Aceh Selatan. Sekedar informasi mereka ingin
melihat tapak kaki terbesar di dunia peninggalan orang Alim, Tuanku Tapa, yang
ada di Tapaktuan) mendapat pesan singkat darimu yang mana di dalam pesan
tersebut kau menyapaku dengan sapaan yang ada unsur kata ‘sayang’-nya. Aku
terkejut. Merasa tak percaya, kubaca pesan singkat itu dengan amat pelan kata
per kata hingga dua puluh kali. Baru kemudian aku percaya ini benar pesan
singkat darimu. Sepanjang perjalanan itu aku tersenyum seorang diri di belakang
Pak Sem dan berteriak-teriak kencang bila hatiku kegirangan.
Setelah hari
berganti minggu. Minggu berganti bulan.
Kita masih saja bertanya kabar seperti biasa dan juga menggunakan sapaan
seperti yang kusebutkan di atas. Namun, semenjak aku terbaring lemah bersebab
kepalaku sakit teramat sangat, sejak itu pula aku tak lagi mendengar kabar
tentangmu. Manjaan terakhir darimu yang masih kuingat hanyalah seuntai kalimat
yang berisi perintah, “Sudah, minum obat sana biar kepalanya ngak sakit lagi, Abang.” Aku hanya
mengiyakannya saja, tetapi obat yang kuanggap racun hasil racikan orang-orang
ahli itu tak juga kutengak.
Aku seperti
kehilangan Kira, tetapi batinku sendiri seperti tak merasakan kehilangannnya. Sungguh
aneh diriku, bukan? Ah, entahlah aku memang tak mendapatkan kabar lagi darinya.
Entah ia dibawa oleh angin yang menyejukkan hingga ia terbuai jauh dan larut dalam
pelukannya, entah ia ditelan bumi yang tak kutahu belahan bumi mana yang telah
menelannya, atau entah ia telah terjatuh dalam lubang yang di dalamnya ada
sebentuk hati yang dipenuhi dengan segenap kenyamanan, kedamaian, dan juga
cinta, pada sesosok adam! Wallahu’alam. Pesanku, Kira semoga kau baik-baik saja
dan sehat-sehat saja meskipun di belahan bumi mana pun kau berada.
Bila pun kau
telah terjatuh dalam hati sesosok adam seperti yang kulukiskan di atas, semoga
kau bahagia dan tentunya aman nyaman sejahtera bersamanya. Di samping itu, aku
pun berharap semoga kau memberikan hati dan segenap keanggunanmu yang dibalut
kesahajaan itu pada lelaki yang tepat! Aku akan selalu mengenangmu, Kira. Dan
untuk merindukanmu, aku pikir itu sama seperti membuang-buang waktu pada hal
yang percuma. Aku berkata demikian karena di balik semua ini ternyata ada
sesosok bidadari kecil yang telah bertahun-tahun mengharapkan rinduku ini! Salam
hangat teruntuk Kira(ku) dari lelaki yang mengagumi keanggunanmu. ***
======>Boleh dishare buat yang lain.
Baik,, aq suka ceritanya,, karena aq juga masuk ke dalam pemeran dalam cerita itu,,
ReplyDeleteMaka karena ada namaku, walau aq tak kenal kira(mu) aq share kisah kegiranganmu saat kami datang ke kota tuan,, semoga kelak kalau kami datang lagi,, kau masih girang seperti dahulu itu.. ;)
luar biasa ceritanya
ReplyDeletemain-main ke Pena Puja