Monday, 27 April 2015

[Bukan] Surat [Cinta] buat Kira




Kira tertariknya aku padamu itu bermula dari segenap keanggunan yang kaumiliki. Keanggunanmu itu terpancar terang lewat potret-potret yang kauunggah melalui media sosial yang bernama facebook. Aku menilai keanggunan yang kaumiliki itu sungguh sempurna karena ia dibalut dalam kesahajaan yang tak dimiliki oleh gadis-gadis lain. Aku sangat menyukai itu. Sungguh!

Kemudian genap hari dan genap malam sebelum aku meninggalkan Kuta Raja bersebab karena studiku telah habis masa, hari-hari dan malam-malam aku terus dihantui oleh bayang keanggunan dan kesahajaanmu itu. Aku tak kuasa melawan bayang itu untuk tidak menghantuiku lagi. Ia seperti udara yang membelaiku kapan ia mau dan tak kenal waktu. Seperti nyamuk yang selalu ingin mencintai tubuhku saban malam. Bagai matahari yang tiada memilih kasih untuk menerangi bumi. Aku ingin mengumpamakan lagi keanggunan Kira. Keanggunan yang dibungkus kesahajaan pada Kira adalah kelangkaan seumpama batu akik mulia yang bernama indocrase yang semua orang berhasrat tinggi untuk memilikinya. Sebagaimana indocrase yang tersembunyi jauh di dalam bebatuan dan bersemayam di pegunungan Nagan Raya, Kira pun tersembunyi jauh dalam likuk-likuk tempat yang teramat damai di desa di tepian Kuta Raja. 

Tentu semua orang bertanya-tanya dan ingin tahu di mana pula aku menemukan Kira yang seumpama indocrase itu??? Yang jelas aku bukan menemukannya di Nagan Raya dan bukan jua di desa tempat ia bersemayam saban waktu. Aku menemukannya pada gedung megah pencetak guru, FKIP namanya. Selanjutnya, kutelusuri lebih jauh ia lewat dunia maya. Ya, seperti itulah rupa keanggunan dan kesajahaan, Kira. Sungguh dahsyat, bukan??? Lalu aku bertanya pada angin saat aku sendirian, lelaki mana yang tak menginginkan keanggunan yang dibalut kesahajaanmu itu, Kira?

Pada subuh sebelum matahari terbangun dari lelapnya, tepatnya selepas aku menyembah Sang Pencipta, keanggunanmu itu semakin menggila meraung-raung dan mengaduk-aduk dadaku yang di dalamnya ada segumpal daging yang bernama hati. Jujur aku tak kuasa menahan itu! Musabab tak tahannya aku akan raungan dan adukan ngeri itu, lalu dengan penuh kesadaraan aku menghubungimu yang kala itu kau masih memeluk erat bantal panjang kesayanganmu. Kau pun terjaga karena raungan handphone yang terus memainkan nada deringnya  pertanda ada sebuah panggilan masuk. Ya, itu aku!

Dari balik handphone aku mendengar suaramu yang baru saja terjaga. Aku tahu kala itu kau belum bersih untuk menghadap Tuhan maka aku pun tak menanyakan perkara apakah kau telah selesai shalat atau belum. Sebagai pengantar dalam pembicaraan pagi itu sebelum kuutarakan isi hati, aku pun bertanya banyak hal padamu; tentang mimpi malammu, tentang jumlah nyamuk yang telah berhasil mencumbui tubuhmu lewat jarumnya nan maharuncing, juga tentang kabar hatimu pada pagi itu. Lantas kau pun menjawabnya seperti air mengalir dengan suara merdu yang kaumiliki. Kemudian pada menit yang tak kutahu lagi, kita pun sama-sama terdiam untuk durasi waktu yang singkat. Memecah keheningan pagi itu, kau pun bertanya padaku apakah aku telah selesai melaksanakan perintah Tuhan. Aku pun menjawab sudah kulakukan. 

Selepas kau tanyakan perkara itu padaku, kita kembali membisu. Hanya deru angin pagi yang terdengar dari balik handphone. Kali ini dengan segenap keberanian, sambil membenarkan letak kopiah dan kain sarung, aku pun langsung mengutarakan isi hati itu. Langsung kukatakan padamu bahwa setelah beberapa hari aku melihat gerak-gerikmu lewat potret di facebook, lewat pertemuan kita di kantin di atas kolam ikan FKIP, dan juga pada saat kita bersama menikmati angin senja di sebuah tempat di sudut Ulee Lheue yang bernama Kuala Cangkoi, aku nyatakan bahwa aku memiliki rasa atas dirimu. Ya, aku jatuh hati padamu!

Saat kuutarakan kata itu kau terdiam membisu seolah-olah tak percaya akan kata yang baru saja aku muntahkan dari mulutku. Saat kuucapkan kata-kata itu seolah-olah kau merasa dirimu masih dalam buaian mimpi. Aku kembali mengulang kata-kata itu. Ya, sungguh aku menyukaimu, Kira! Kau tak sedang bermimpi aku juga demikian. Kuutarakan kata-kata ini dengan penuh kesadaran yang kumiliki di awal pagi ini. 

Kemudian kau kembali bersuara lewat handphone setelah beberapa saat terdiam mencari jawaban atas ucapanku itu. Seketika itu juga kau balas ucapan hatiku dengan sejumlah alasan yang kata-katanya tertata rapi, penuh makna, dengan tujuan meyakinkanku. Singkatnya, pagi itu kau belum menerima rasa yang kumiliki ini!

Aku lantas tak langsung patah hati atas ucapanmu pada pagi itu. Alasannya ialah karena jauh sebelum aku mengagumi keanggunanmu itu, aku pernah berjanji pada diriku sendiri bahwa setelah berpisah dengan perempuan yang lahir di bulan Juni itu, aku takkan melangsungkan percintaan (baca: pacaran) lagi dengan segenap gadis. Bila telah tiba waktunya sesuai perjanjian Tuhan denganku, tentunya saat aku sudah matang secara mental dan finansial, aku akan segera menikahi tulang rusukku (baca: jodoh) itu dan menjadikannya pendamping hidup. Namun, keanggunanmu mengalihkan duniaku dan menghancurkan perjanjian yang telah kubuat antara diriku dengan hatiku!

Pada hari yang tak terhitung lagi, aku masih menghubungimu lewat handphone, media sosial (BBM, facebook), sekedar bertanya kabar, menanyakan makan siang, makan malam, sarapan pagimu, dan juga menanyakan kabar tentang hatimu. Ah, itu kulakukan tanpa ada maksud agar kau menerima rasa itu. Itu terus terjadi seiring waktu hingga tiba pada sekali waktu aku yang sedang membawa segenap rombongan (teman-teman PPG; Sayed Munandar, Diba Rizki ‘Jersey’, Zal ‘Bg’, Pak Sem KW, Bang Mustaqim, Abi Khalifah, Zaldi ‘selalu cot iri-selalu cot iri’, Ali Yuzar ‘the Gunner’, Adun Mustafa Karo-Karo, yang berwisata ke daerah yang sangat terkenal di Aceh yakni Aceh Selatan. Sekedar informasi mereka ingin melihat tapak kaki terbesar di dunia peninggalan orang Alim, Tuanku Tapa, yang ada di Tapaktuan) mendapat pesan singkat darimu yang mana di dalam pesan tersebut kau menyapaku dengan sapaan yang ada unsur kata ‘sayang’-nya. Aku terkejut. Merasa tak percaya, kubaca pesan singkat itu dengan amat pelan kata per kata hingga dua puluh kali. Baru kemudian aku percaya ini benar pesan singkat darimu. Sepanjang perjalanan itu aku tersenyum seorang diri di belakang Pak Sem dan berteriak-teriak kencang bila hatiku kegirangan.

Setelah hari berganti  minggu. Minggu berganti bulan. Kita masih saja bertanya kabar seperti biasa dan juga menggunakan sapaan seperti yang kusebutkan di atas. Namun, semenjak aku terbaring lemah bersebab kepalaku sakit teramat sangat, sejak itu pula aku tak lagi mendengar kabar tentangmu. Manjaan terakhir darimu yang masih kuingat hanyalah seuntai kalimat yang berisi perintah, “Sudah, minum obat sana biar kepalanya ngak sakit lagi, Abang.” Aku hanya mengiyakannya saja, tetapi obat yang kuanggap racun hasil racikan orang-orang ahli itu tak juga kutengak.

Aku seperti kehilangan Kira, tetapi batinku sendiri seperti tak merasakan kehilangannnya. Sungguh aneh diriku, bukan? Ah, entahlah aku memang tak mendapatkan kabar lagi darinya. Entah ia dibawa oleh angin yang menyejukkan hingga ia terbuai jauh dan larut dalam pelukannya, entah ia ditelan bumi yang tak kutahu belahan bumi mana yang telah menelannya, atau entah ia telah terjatuh dalam lubang yang di dalamnya ada sebentuk hati yang dipenuhi dengan segenap kenyamanan, kedamaian, dan juga cinta, pada sesosok adam! Wallahu’alam. Pesanku, Kira semoga kau baik-baik saja dan sehat-sehat saja meskipun di belahan bumi mana pun kau berada. 

Bila pun kau telah terjatuh dalam hati sesosok adam seperti yang kulukiskan di atas, semoga kau bahagia dan tentunya aman nyaman sejahtera bersamanya. Di samping itu, aku pun berharap semoga kau memberikan hati dan segenap keanggunanmu yang dibalut kesahajaan itu pada lelaki yang tepat! Aku akan selalu mengenangmu, Kira. Dan untuk merindukanmu, aku pikir itu sama seperti membuang-buang waktu pada hal yang percuma. Aku berkata demikian karena di balik semua ini ternyata ada sesosok bidadari kecil yang telah bertahun-tahun mengharapkan rinduku ini! Salam hangat teruntuk Kira(ku) dari lelaki yang mengagumi keanggunanmu. *** 

======>Boleh dishare buat yang lain.